Skip to main content
Categories
BahasaBeritaBudayaHeadlineHukumNasionalPolitikSosialUncategorized

Ribat Ribut Demo Bakar Bendera, Buntutnya Ganti Presiden Juga

Gaes, ngikutin acara rame-ramenya bin heboh-hebohnya peristiwa bakar bendera di Garut nggak?

Jujur ae, saya sebenernya sudah mulai males bin empet, ngeliat berita tentang peristiwa ini yang ngga ada habisnya. Apalagi yaahh, biasa, buntut-buntutnya, pakai acara ganti presiden pula, politis banget sih. Lagian, kaya ngga ada berita lainnya aja yang dibahas. Kelanjutan nasib korban gempa kek, atau gimana, ini bahas bendera mulu.

Ya alasan lainnya lagi sih, lagian itu kan bendera HTI, bendera ormas terlarang, yang sama terlarangnya dengan PKI. Lalu, apa salahnya kalau dibakar sih? Ini diluar alasan yang, maaf yak, terkesan dibuat-buat, yaitu alasan bahwa bendera tersebut ada kalimat tauhidnya.

Belum lagi, gara-gara bendera ini, malah sempat ada kejadian, Sang Saka Merah Putih, diturunkan, dan digantikan oleh bendera HTI, kan konyol, ngawur, juga melangar hukum namanya. Eh, mereka yang ribut dema demo ini, pakai alasan keimanan lo gaes. Aneh nggak sih, pamer keimanan kok dengan cara beringas kaya gitu. Memangnya semakin tinggi iman seseorang, semakin beringas gitu ya gaes?

Cuma nanyaaaaa……………

Weits, dari tadi kenapa saya kekeuh yak, kalau yang dibakar itu murni bendera HTI, dan bendera itu pantas dibakar, diluar ‘alasan’ bahwa bendera tersebut ada kalimat tauhidnya. Ha piye ngga pantas dibakar, wong HTI sekarang ini sudah menjadi ormas terlarang, sama halnya dengan PKI,  lalu, apa salahnya jika benderanya dibakar?

Lagipula, pakai alasan bahwa bendera tersebut sama dengan bendera Rasulullah ini ya jelas lebih ngawur lagi. Ada banyak kronik yang menjelaskan, bendera-bendera apa saja yang dipakai oleh Rasulullah. Ada yang besar, pun ada yang kecil, ada yang dipakai di masa damai, pun ada yang dipakai di masa perang.

Lah, bendera Ar-Rayah, atau yang lebih sering disebut Royah di lidah orang Indonesia, memang ada yang berwarna hitam. Namun perkara bentuk serta kebenaran bahwa di dalam bendera tersebut ada kalimat tauhidnya atau tidak, pun masih dipertanyakan. Bahkan ulama sekaliber Ibnu Hajar, masih mempertanyakannya, karena haits mengenai bendera tersebut, yang diriwayatkan oleh Abu Assyaikh, terhitung lemah sanadnya.

Dan diluar itu semua, ya maaf-maaf saja, ini kita ngomong masalah benda lo, sesuatu yang kasat, yang memang bisa rusak, baik sengaja ataupun tak disengaja. Masa iya kita menuhankan sebuah benda layaknya berhala saja.

Hal ini mengingatkan saya, pada seorang Bhikku di Australia, Ajahn Brahms.

Beliau pernah ditanya, jika ada seseorang yang membuang Kitab Suci Tripitaka ke dalam toilet, apa yang akan ia lakukan? Ajahn Brahms hanya tertawa, dan berkata bahwa ia pasti akan memanggil tukang pipa untuk memperbaiki toilet, karena toilet tersebut pasti akan mampet. Dan toilet yang mampet, lebih banyak menimbulkan masalah, ketimbang Kitab Suci Tripitaka yang dibuang kedalamnya.

Menurut Ajahn Brahms, orang boleh saja membuang Kitab Suci Tripitaka, membakar, atau merusaknya, tapi toh takkan berpengaruh apa-apa kepadanya, dan kepada umat lainnya. Karena sejatinya isi ajaran sebuah agama, adalah apa yang telah merasuk kedalam jiwa seseorang. Merusak sebuah Kitab Suci Tripitaka, bukan berarti merusak isi ajaran agama Budha. Karena Kitab Suci hanyalah sebuah benda, bukan inti ajaran sebuah agama.

Paham kan gaes?

Etha Diana

Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)

Subscribe our newsletter?

Join Newsletter atau Hubungi Kami: [email protected]

Inspirasi
BelanjaKarirKecantikanKehidupanKeluargaIndeks
Let's be friends